unitedfnafans.org

unitedfnafans.org – Menghadapi tekanan devaluasi yang berkelanjutan, Rupiah masih berjuang di bawah tekanan nilai tukar yang melebihi Rp 16.200 per dolar AS. Ini terjadi meskipun Bank Indonesia telah memperketat kebijakan suku bunga acuannya, BI Rate, dengan peningkatan terbaru pada April 2024 sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%.

Analisis Efektivitas BI Rate

Faisal Basri, seorang ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef), berpendapat bahwa penyesuaian BI Rate yang dilakukan oleh Bank Indonesia tampaknya tidak cukup efektif dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Menurut Basri, peningkatan suku bunga yang terjadi belum cukup signifikan untuk menarik investor kembali ke pasar Indonesia.

Situasi Ekspor-Import dan Cadangan Devisa

Basri menyoroti penurunan cadangan devisa Indonesia sejak awal tahun yang mencapai US$ 6 miliar, serta penurunan ekspor sebesar 7% dan penurunan impor sebesar 1%. Kondisi ini menambah keprihatinan terhadap posisi Rupiah.

Respon Investor Asing Terhadap Dolar AS

Investor asing cenderung mengalihkan perhatian mereka ke dolar AS dan US Treasury dengan tenor 10 tahun, terutama karena kekhawatiran atas situasi geopolitik di Timur Tengah dan kebijakan suku bunga yang lebih tinggi di Amerika Serikat.

Modal Asing dan Pasar Keuangan Domestik

Pencatatan Bank Indonesia menunjukkan adanya penjualan neto oleh nonresiden di pasar keuangan domestik yang mencapai Rp 2,47 triliun antara tanggal 22 – 25 April 2024, mencerminkan adanya outflow modal asing yang signifikan.

Keterbatasan Pasokan Dolar di Indonesia

Pasokan dolar di dalam negeri terbatas, terutama akibat kinerja ekspor yang menurun. Instrumen DHE yang dirancang untuk memotivasi eksportir menyimpan hasil ekspor dalam negeri dinilai Basri tidak terlalu efektif.

Data DHE dan Tingkat Kepatuhan Eksportir

Berdasarkan data dari Bank Indonesia, term deposit valas DHE tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan nilai yang stagnan di sekitar US$ 1,95 miliar dan tingkat kepatuhan sekitar 95% dari 160 eksportir.

Kebutuhan Impor Indonesia

Faisal Basri juga menyoroti tingginya kebutuhan impor bahan pokok di Indonesia, yang menyebabkan proyeksi defisit transaksi berjalan.

Proyeksi Current Account Deficit dan Tindakan yang Diperlukan

Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan meningkat sejak kuartal II tahun 2023. Sebagai solusi, Basri menyarankan pemerintah dan BI memastikan ketersediaan dolar domestik, termasuk mendorong investor asing untuk reinvestasi keuntungan di Indonesia.

Dalam situasi pelemahan Rupiah yang berlanjut, penilaian Faisal Basri mengindikasikan bahwa penyesuaian kebijakan suku bunga oleh Bank Indonesia belum mencapai efek yang diharapkan dalam menarik kembali investor. Sarannya menekankan pentingnya kebijakan moneter yang lebih agresif dan manajemen investasi asing yang lebih strategis untuk memperkuat mata uang nasional dan mengurangi risiko defisit transaksi berjalan.